Galang - Sebagian besar tanah-tanah eks HGU PTPN di Sumatera Utara khususnya yang berlokasi di Kabupaten Deli Serdang maupun didaerah Kabupaten Serdang Bedagai, adalah merupakan eks dari tanah konsesi milik Kesultanan Negeri Serdang.
Hal itu ditegaskan oleh Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNUSU) Sumatra Utara Dr. Ibnu Affan, SH., M.Hum selaku Pengacara Sultan Serdang di kantornya Jalan Emas Pasar Timah No. 1 Sei Rengas II Medan.
Kepada Lensasiber, Ibnu Affan yang juga merupakan Wakil Ketua Nahdlatul Ulama Provinsi Sumut dan Ketua Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) Kabupaten Deli Serdang menjelaskan, seharusnya tanah yang pernah dikelola pihak BUMN PTPN II yang dulunya tanah-tanah itu milik Kesultanan Negeri Serdang, kemudian dikonsesikan (disewakan) oleh Sultan Serdang kepada perusahaan Belanda di Indonesia. Mengingat masa konsesinya sudah lama berakhir, maka negara dalam hal ini harus mengembalikannya kepada Kesultanan Serdang
Menurut intelektual moeda NU Sumut ini, Perusahaan yang menerima konsesi ketika itu dikenal sebagai Perusahaan Senembah Maatschappij yang dibuat dalam bentuk perjanjian bernama Acte Van Concessie yang ditandatangani langsung Sultan Negeri Serdang ketika itu Sultan ke V Tuanku Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah.
Untuk di Kabupaten Deli Serdang saja paling tidak ada 65 Akte Konsesi, yang Salinan aslinya ada disimpan Sultan Serdang ke 9 Tuanku Ahmat Thala'a Syariful Alamsyah. Salinan akte-akte Konsesi Kesultanan wilayah Sumatera Timur ini diambil langsung di Negeri Belanda oleh tokoh-tokoh Cendikiawan Melayu Indonesia yaitu Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum dan Prof. Dr. Edy Ikhsan, SH., MA.
Untuk di Tanjung Morawa saja paling tidak ada dua Konsesi yang ditandatangani pada tanggal 17 Juni 1873 berlaku sampai dengan tanggal 18 Juni 1948 yaitu Acte van Concessie Senembah Maatschappij Perceel Tandjong Morawa untuk bidang tanah seluas ± 4.922,48 hektar yang saat ini sebagiannya dikuasai oleh Perumahan Citraland City, dan Acte Van Concessie Senembah Maatschappij Perceel Tandjong Morawa Kiri (Paloh Kemiri en Penara) untuk bidang tanah seluas ± 6.821,32 hektar. Di Batang Kuis ada tiga Konsesi yang ditandatangani pada tanggal 9 Agustus 1886 berlaku sampai dengan tanggal 10 Agustus 1961 yaitu Acte Van Concessie Senembah Maataatschappij Perceel Batang Koweis I en II untuk bidang tanah seluas ± 4.315 hektar, Acte van Consessie Senembah Maatschappij Batang Kwis I untuk bidang tanah seluas ± 6.313 hektar dan Acte van Consessie Senembah Maatschappij Perceel Batang Kwis II untuk bidang tanah seluas ± 2.028 hektar, kata Ibnu Affan didampingi Wakil Ketua PD MABMI Deli Serdang H. Zulkifli Barus.
Ditambahkannya, setelah Konsesi itu berakhir, ternyata tanah-tanah tersebut tidak dikembalikan kepada pihak Kesultanan Negeri Serdang, akan tetapi diambil alih oleh negara dan menyerahkannya kepada PTPN dengan memberikan HGU. Penguasaan negara atas tanah eks Konsesi ini telah berlangsung cukup lama hingga saat ini. Ada pula yang diberikan kepada pihak swasta seperti Citraland City dan lain-lain.
Oleh karena itu, saat ini pihak Kesultanan Negeri Serdang, sedang menempuh upaya hukum dengan melakukan gugatan ke Pengadilan untuk bidang-bidang tanah yang telah menjadi tanah hak atau tanah negara tidak bebas yang dikuasai oleh pihak lain, sedangkan untuk tanah yang dikategorikan sebagai tanah negara bebas atau tanah eks HGU PTPN sebagaimana diungkapkan oleh Menteri ATR/BPN Nusron Wahid yang menyatakan tanah eks HGU di Sumatera Utara seluas 5.873 hektar tidak lagi milik PTPN, pihaknya akan menyurati Menteri ATR/BPN untuk memohon pengembalian tanah-tanah dimaksud kepada pihak Kesultanan Negeri Serdang, tegasnya.
Karena tanah-tanah eks Konsesi milik Kesultanan Negeri Serdang ini telah begitu lama dikuasai dan dinikmati hasilnya oleh negara dengan memberikan HGU kepada pihak PTPN. Oleh karena itu saat inilah momen yang paling tepat bagi pemerintahan Presiden Prabowo untuk mengembalikan tanah-tanah eks Konsesi tersebut kepada Kesultanan Negeri Serdang sebagai wujud penghargaan negara kepada Kesultanan selaku masyarakat hukum adat, yang keberadaannya diakui sebagai subjek hukum dan hak-hak tradisionalnya dilindungi oleh negara sebagaimana diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUDNRI Tahun 1945.
(AGUS K)